Rabu, 17 Oktober 2012

Opini WTP atas LKPD Meningkat

Ketua Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia (BPK RI),  Drs. Hadi Poernomo, Ak. menyampaikan Ikhtisar Hasil Pemeriksaan BPK RI Semester I (IHPS I) Tahun 2012 kepada DPD RI dalam Sidang Paripurna di Gedung Nusantara V MPR RI/DPD RI, Jakarta pada hari ini (12/10). Acara yang juga dihadiri oleh Wakil Ketua BPK RI, Hasan Bisri, S.E., M.M., para anggota BPK RI, dan pejabat Pelaksana BPK RI ini dilakukan dalam rangka memenuhi Pasal 18 Undang Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara. Sebelumnya, BPK RI telah menyampaikan IHPS I Tahun 2012 kepada DPR RI pada 2 Oktober 2012 dan kepada Presiden RI pada 4 Oktober 2012.
IHPS I Tahun 2012 memuat: (1) hasil pemeriksaan BPK RI Semester I Tahun 2012; (2) hasil pemantauan tindak lanjut rekomendasi hasil pemeriksaan; dan (3) hasil pemantauan penyelesaian kerugian negara/daerah.
Hasil pemeriksaan BPK RI pada Semester I lebih banyak memuat pemeriksaan laporan keuangan pemerintah, selain memuat pemeriksaan kinerja dan pemeriksaan dengan tujuan tertentu. Objek pemeriksaan BPK RI pada Semester I Tahun 2012 berjumlah 622 objek, meliputi entitas pemerintah pusat, pemerintah daerah, BUMN, BUMD, serta lembaga atau badan lainnya yang mengelola keuangan negara.
Temuan pemeriksaan BPK dalam Semester I Tahun 2012 meliputi 13.105 kasus senilai Rp12,48 triliun. Dari jumlah tersebut, 3.976 kasus senilai 8,93 triliun merupakan temuan ketidakpatuhan yang mengakibatkan kerugian, potensi kerugian, dan kekurangan penerimaan. Sisanya merupakan kasus penyimpangan administrasi, ketidakhematan, ketidakefisienan, dan ketidakefektifan, serta kelemahan sistem pengendalian intern (SPI). Dari temuan senilai Rp8,93 triliun tersebut, telah ditindaklanjuti oleh entitas yang diperiksa dengan penyerahan aset atau penyetoran ke kas negara/daerah/perusahaan senilai Rp311,34 miliar.
Pemeriksaan Keuangan dilakukan atas 527 laporan keuangan entitas, yang meliputi 91 laporan keuangan pemerintah pusat (LKPP), 430 LKPD, dan 6 laporan keuangan BUMN dan badan lainnya. Hasil pemeriksaan keuangan menunjukkan peningkatan jumlah laporan keuangan yang memperoleh opini WTP.
Di dalam pemeriksaan keuangan, BPK RI juga menemukan adanya 5.036 kasus kelemahan SPI dan 6.904 kasus ketidakpatuhan terhadap peraturan perundang-undangan senilai Rp7,00 triliun. Selama proses pemeriksaan keuangan, entitas telah menindaklanjuti temuan ketidakpatuhan yang mengakibatkan kerugian, potensi kerugian, dan kekurangan penerimaan dengan penyetoran ke kas negara/daerah/perusahaan dan/atau penyerahan aset senilai Rp253,19 miliar.
Pemeriksaan keuangan atas LKPD Tahun 2011 selama semester I Tahun 2012 dilakukan atas 426 LKPD tahun 2011 dari 524 pemerintah daerah dan 4 LKPD tahun 2010. Hadi Poernomo menyatakan bahwa hasil pemeriksaan atas LKPD Tahun 2011 secara umum menunjukkan perbaikan kualitas penyajian laporan keuangan dibanding LKPD Tahun 2010 yang diperiksa pada semester I Tahun 2011. Jumlah LKPD yang memperoleh opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) meningkat dari 34 menjadi 67. Meskipun terjadi peningkatan, jumlah LKPD yang memperoleh opini WTP tersebut masih relatif kecil, yaitu baru 16% dari total LKPD. Jumlah tersebut lebih kecil dibandingkan jumlah LKKL yang memperoleh opini WTP yaitu 77% dari total LKKL. Perbandingan opini antar pemerintah daerah menunjukkan bahwa pemerintah provinsi relatif lebih banyak memperoleh opini WTP kemudian diikuti secara berurutan oleh pemerintah kota dan kabupaten. Rincian dapat dilihat pada Fact Sheet terlampir.
Terdapat beberapa permasalahan yang menyebabkan LKPD tidak memperoleh opini WTP pada tahun 2011, yakni permasalahan pada pengelolaan kas, persediaan, investasi permanen dan nonpermanen, serta aset tetap. Untuk mengatasi permasalahan tersebut, BPK RI merekomendasikan beberapa hal kepada pemerintah daerah, yaitu antara lain berkoordinasi dengan bank dalam mengelola rekening bendahara pengeluaran; meningkatkan pengelolaan, penatausahaan, pengendalian, dan pengawasan persediaan; menetapkan kebijakan akuntansi yang diperlukan untuk menyajikan investasi non permanen dana bergulir berdasarkan nilai bersih yang dapat direalisasikan (net realizable value); serta menyusun kebijakan kapitalisasi aset tetap dan pengamanan aset melalui bukti kepemilikan.
Secara terinci, hasil pemeriksaan BPK RI atas LKPD selama Semester I Tahun 2012 adalah sebagai berikut:
  1. Hasil pemeriksaan atas LKPD Provinsi menunjukkan permasalahan pengadaan barang/jasa berupa kekurangan volume pekerjaan dan/atau barang sebanyak 61 kasus senilai Rp21,44 miliar, kekurangan penerimaan dari denda keterlambatan pekerjaan sebanyak 39 kasus senilai Rp9,09 miliar, serta aset daerah yang dikuasai pihak lain sebanyak 12 kasus senilai Rp108,08 miliar.
  2. Hasil pemeriksaan atas LKPD Kabupaten/Kota menunjukkan kasus-kasus yang sering terjadi, antara lain kekurangan penerimaan daerah sebanyak 455 kasus senilai Rp230,55 miliar, kekurangan volume pekerjaan dan/atau barang sebanyak 323 kasus senilai Rp72,82 miliar, serta potensi kerugian daerah akibat piutang/pinjaman atau dana bergulir tidak tertagih sebanyak 80 kasus senilai Rp119,56 miliar.

Pemeriksaan Kinerja dilakukan atas 14 objek pemeriksaan, terdiri atas 9 objek pemeriksaan di lingkungan pemerintah pusat, 1 objek pemeriksaan di lingkungan pemerintah daerah, 3 objek pemeriksaan di lingkungan BUMN, dan 1 objek pemeriksaan di lingkungan BUMD. Hasil pemeriksaan kinerja mengungkapkan 80 kasus ketidakhematan, ketidakefisienan, dan ketidakefektifan senilai Rp125,43 miliar dan 104 kasus kelemahan SPI dan 11 kasus ketidakpatuhan yang mengakibatkan indikasi kerugian, potensi kerugian, dan kekurangan penerimaan senilai Rp86,47 miliar. Entitas telah menindaklanjuti temuan ketidakpatuhan yang mengakibatkan indikasi kerugian dan potensi kerugian dengan penyetoran ke kas negara dan/atau penyerahan aset senilai Rp50,98 miliar.
Pemeriksaan Dengan Tujuan Tertentu (PDTT) dilakukan atas 81 objek pemeriksaan pada 62 entitas. Entitas tersebut terdiri atas 37 objek pemeriksaan pada 23 entitas di lingkungan pemerintah pusat, 24 objek pemeriksaan pada 20 entitas di lingkungan pemerintah daerah, 18 objek pemeriksaan pada 17 entitas di lingkungan BUMN, dan 2 objek pemeriksaan pada 2 entitas di lingkungan BUMD. Hasil PDTT mengungkapkan adanya 252 kasus kelemahan SPI dan 702 kasus ketidakpatuhan terhadap ketentuan perundang-undangan senilai Rp5,26 triliun, diantaranya sebanyak 422 kasus merupakan temuan ketidakpatuhan terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengakibatkan kerugian, potensi kerugian, dan kekurangan penerimaan senilai Rp3,62 triliun. Selama proses pemeriksaan, entitas telah menindaklanjuti dengan penyetoran ke kas negara/daerah/perusahaan dan/atau penyerahan aset senilai Rp7,16 miliar.
Hasil pemeriksaan signifikan selama Semester I Tahun 2012 yang perlu mendapatkan perhatian para pemangku kepentingan terdiri dari:
  1. Adanya kerugian negara/daerah akibat penyimpangan perjalanan dinas di pemerintah pusat dan daerah periode Semester I Tahun 2012 sebanyak 259 kasus senilai Rp77,00 miliar, yang meliputi perjalanan dinas fiktif sebanyak 86 kasus senilai Rp40,13 miliar dan perjalanan dinas ganda dan/atau perjalanan dinas melebihi standar yang ditetapkan sebanyak 173 kasus senilai Rp36,87 miliar;
  2. Pelaksanaan Program Penerbitan Nomor Induk Kependudukan (NIK) Nasional dan Penerapan KTP elektronik Berbasis NIK Nasional Tahun 2011 belum efektif dan pelaksanaan pengadaan KTP elektronik belum sepenuhnya mematuhi Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010. Hasil pemeriksaan mengungkapkan temuan ketidakefektifan sebanyak 16 kasus senilai Rp6,03 miliar, ketidakhematan sebanyak 3 kasus senilai Rp605,84 juta, dan ketidakpatuhan yang mengakibatkan indikasi kerugian negara sebanyak 5 kasus senilai Rp36,41 miliar, dan potensi kerugian negara sebanyak 3 kasus senilai Rp28,90 miliar. Atas indikasi kerugian negara dan potensi kerugian negara tersebut, telah ditindaklanjuti dengan penyetoran ke kas negara senilai Rp50,98 miliar.

Pemantauan Tindak Lanjut Rekomendasi Hasil Pemeriksaan menunjukkan bahwa dari sebanyak 183.862 rekomendasi senilai Rp80,97 triliun dalam hasil pemeriksaan tahun 2008 sampai dengan Semester I Tahun 2012, 94.689 rekomendasi (51,50%) senilai Rp31,53 triliun telah ditindaklanjuti sesuai dengan rekomendasi. Sebanyak 43.297 rekomendasi (23,55%) senilai 26,30 triliun ditindaklanjuti namun belum sesuai dengan rekomendasi atau dalam proses tindak lanjut, sebanyak 45.715 rekomendasi (24,86%) senilai Rp22,81 triliun belum ditindaklanjuti dan sebanyak 161 rekomendasi (0,09%) senilai Rp337,85 miliar tidak dapat ditindaklanjuti. Entitas telah menindaklanjuti rekomendasi BPK Tahun 2008 sampai dengan Semester I Tahun 2012 dengan penyetoran ke kas negara/daerah/perusahaan/perusahaan dan/atau penyerahan aset senilai Rp16,90 triliun.
Pemantauan Penyelesaian Kerugian Negara/Daerah menunjukkan dari sebanyak 16.883 kasus senilai Rp4,64 triliun periode akhir Tahun 2003 sampai dengan Semester I Tahun 2012 telah dilakukan penyelesaian berupa angsuran sebanyak 4.419 kasus senilai Rp564,80 miliar, pelunasan sebanyak 6.812 kasus senilai Rp735,60 miliar serta penghapusan sebanyak 125 kasus senilai Rp12,44 miliar. Sisa kasus kerugian negara/daerah pada akhir Semester I Tahun 2012 sebanyak 9.946 kasus senilai Rp3,32 triliun. Hasil pemantauan penyelesaian kerugian negara/daerah pada Semester I Tahun 2012 menunjukkan bahwa jumlah kasus kerugian negara/daerah sebanyak 105 kasus senilai Rp253,28 miliar dengan penyelesaian berupa angsuran sebanyak 18 kasus senilai Rp8,90 miliar, dan pelunasan sebanyak 18 kasus senilai 1,05 miliar. Sisa kasus kerugian negara/daerah akhir Semester I Tahun 2012 yaitu sebanyak 87 kasus senilai Rp243,33 miliar.
Pemantauan terhadap hasil pemeriksaan BPK berindikasi tindak pidana korupsi yang disampaikan kepada instansi yang berwenang (aparat penegak hukum) menunjukkan bahwa sejak Tahun 2003 s.d. akhir Tahun 2012, jumlah temuan BPK berindikasi tindak pidana yang telah disampaikan kepada instansi berwenang adalah  sebanyak 319 temuan senilai Rp34,06 triliun. Dari jumlah tersebut, BPK telah menyampaikan kepada Kepolisian sebanyak 37 temuan, Kejaksaan sebanyak 174 temuan, dan KPK sebanyak 108 temuan. Sisa kasus yang belum ditindaklanjuti atau belum ada informasi mengenai tindak lanjutnya dari instansi yang berwenang sebanyak 133 temuan.
Baca Selengkapnya -

Rabu, 28 Maret 2012

BPK: Perjalanan Dinas Jadi Ajang PNS Tambah Penghasilan

Kementerian maupun Lembaga tinggi Negara mempunyai anggaran tersendiri yang besarannya triliunan untuk perjalanan dinas. Sudah menjadi 'adat' di Kementerian maupun Lembaga yang menjadikan perjalanan dinas ini sebagai tambahan penghasilan.

Wakil Ketua BPK Hasan Bisri mengungkapkan skema perjalanan dinas ini sudah ada sejak dahulu kala. Hanya menurutnya ada perbedaan pada teknis pemberian anggaran perjalanan dinas.

"Dulu itu, jika ada yang ingin melakukan perjalanan dinas tidak susah bagi PNS maupun pejabat negara. Hanya tinggal meminta berapa yang memang sudah dijatahkan dan langsung berangkat," kata Hasan ketika dihubungi detikFinance, Rabu (28/3/2012).

"Itu boleh saja tidur di hotel murah atau di Masjid sekalipun karena sudah dijatah," tuturnya.

Hal ini kerap terjadi hingga sekarang. Seperti sudah mejadi adat dan kebiasaa, PNS dan pejabat negara pasti ada jatah. Sekarang sistemnya saja yang berbeda, harus ada bukti.

"Ini sama halnya seperti tambahan penghasilan saja," ungkap Hasan.

Pejabat dan PNS sekarang dalam melaporkan hasil perjalanan dinasnya harus disertai bukti-bukti pembayaran. Alhasil, banyak oknum yang bermain seperti biro perjalanan yang mampu membuat laporan hingga bukti perjalanan palsu.

"Dari tiket pesawat, hotel, sampai nota palsu makan di restauran bisa dipalsukan," tutur Hasan.

"Hal ini merajalela sekarang. Tapi kembali lagi, ini sudah jadi adat kebiasaan untuk tambah penghasilan mereka," tutup Hasan.
Baca Selengkapnya -

Senin, 26 Maret 2012

BP Migas: Untung Jualan BBM Rp 97 Triliun Masuk ke Gaji PNS

Pemerintah berencana menaikkan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi karena alasan harga minyak dunia yang terus melambung cukup tinggi. Hal ini mengakibatkan anggaran pemerintah 'jebol' untuk menalangi subsidi.

Sebenarnya apa saja fakta dibalik melambungnya harga minyak? dan perlu diketahui apakah benar anggaran pemeirintah 'jebol'?

Direktur Pengendalian Produksi BP Migas, Rudi Rubiandini menilai kenaikan harga minyak disisi lain memberikan keuntungan disektor hulu.

"Ada beberapa fakta sebenarnya dari kenaikan harga minyak dunia. Apa saja?," ungkap Rudi kepada detikFinance di Jakarta, Senin (26/3/2012).

Fakta-fakta tersebut seperti disebutkan Rudi yakni :
  • Pertamina memperoleh hasil penjualan BBM premium Rp 283,5 triliun.
  • Pertamina harus impor dari Pasar Internasional Rp 149,887 triliun.
  • Pertamina membeli dari Pemerintah Rp 224,546 triliun dari ICP.
  • Pertamina mengeluarkan uang untuk LRT Rp 35,658 triliun.
  • Jumlah pengeluaran Pertamina Rp 410,091 triliun.
  • Pertamina kekurangan uang, maka pemerintah yang membayar subsidi ini.
Adapun sambung Rudi untuk menghitung nilai subsidi yakni pertama adalah dari jumlah pengeluaran Pertamina sebesar Rp 410,091 triliun. Jika dilihat dari pengeluaran Pertamina (Rp 410,091 triliun) menyalurkan BBM subsidi dikurang penerimaan Pertamina menjual Premium Rp 283,5 triliun maka hasil yang didapat adalah Rp 126,591 triliun.

Jadi dapat disimpulkan, pemerintah malah kelebihan uang Rp 224,546 triliun (Pertamina membeli dari Pemerintah ICP) dikurang Rp 126,591 triliun (total subsidi) adalah Rp 97,955 triliun.

Artinya, APBN tidak jebol justru dirinya jadi bertanya dimana sisa uang keuntungan Pak SBY (Susilo Bambang Yudhoyono) jual BBM Sebesar Rp 97,955 triliun tersebut?

"Jawabannya, Rp 97,955 triliun yang untung bersih pemerintah jual BBM disumbangkan untuk membayar gaji guru, gaji polisi, gaji PNS, untuk infrastruktur, biaya operasional pemerintah dan banyak lagi," imbuh Rudi.

Jadi bisa jadi yang dirinya katakan, kalau harga BBM tidak naik untuk mengurangi beban negara, atau tetap Rp 4.500 per liter, maka akan terjadi pemangkasan anggaran pemerintahan.

"Dan bisa jadi salah satunya memotong gaji para PNS juga, kan kasihan juga," tandas guru besar jurusan Petroleum Engineering ITB ini.
Baca Selengkapnya -

Pilih Mana: BBM Naik atau Gaji PNS Turun?

Kenaikan minyak harga minyak dunia saat ini membuat pemerintah harus mengambil tindakan menaikkan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi jadi Rp 6.000 per liter. Atau bisa juga memotong gaji Pegawai Negeri Sipil (PNS).

Hal ini seperti dikatakan Direktur Pengendalian Produksi BP Migas, Rudi Rubiandini. Menurutnya kenaikan harga minyak di sisi lain memberikan keuntungan di sektor hulu, namun pada dasarnya dengan produksi minyak yang saat ini terus turun Indonesia justru menanggung kerugian besar.

"Jadi kalau harga BBM seperti Premium dan Solar tetep Rp 4.500 per liter, dan tidak segera naik, salah satu dampaknya gaji PNS bisa jadi dipotong," kata Rudi yang dihubungi detikfinance, Senin (26/3/2012).

Kenapa bisa? Dijelaskan Rudi, Lifting Minyak Indonesia saat ini sekitar 900 MBOPD atau 900.000 barel per hari (Bph). "Tetapi yang menjadi bagian negara hanya 600 MBOPD, sisanya dibagi-bagi untuk KKKS yang mengebor minyak," kata Rudi.

Sementara, Kebutuhan dalam negeri equivalen sebesar 1.300 MBOPD. Dengan harga BBM US$ 120 per BBI (sudah termasuk ICP (Indonesia Crude Price) US$ 105 dan LRT US$ 15) atau seharga Rp 6.800 per liternya.

"Maka penerimaan negara dari ICP US$ 105 tersebut sekitar Rp 207 triliun dan penerimaan dari SPBU mencapai Rp 340 triliun. Tetapi pengeluaran pengadaan BBM mencapai Rp 512 triliun," ungkapnya.

Sehingga, kata Rudi, pemerintah menerima tabungan dari Industri Migas Rp 35 triliun. "Ya walaupun ada yang membantah seharusnya penerimaan negara bisa Rp 98 triliun seperti kata Kwik Kian Gie , tapi anggaplah sama, nah Rp 35 triliun ataupun Rp 98 triliun itulah sumbangan sebenarnya industri minyak kepada APBN yang tahun ini besarnya Rp 1.400 triliun," ujar Rudi.

Namun sumbangan ke APBN dari Indsutri Minyak bisa jauh lebih besar bukan lagi Rp 35 triliun tetapi Rp 207 triliun. "Tapikan kalau itu ditadak dipakai subsidi BBM sebesar Rp 172 triliun. Tapi sayangnya subsidi tersebut sebagian besar diserap bukan oleh rakyat miskin," tuturnya.
Baca Selengkapnya -

Jumat, 16 Maret 2012

Menteri PAN: PNS Pensiun Dini Bagus Tapi Belum Ada UU-nya

Wacana pensiunkan dini para PNS yang tak produktif sempat menjadi perbincangan hangat. Namun meski konsep ini bagus, sayangnya belum ada payung hukum atau undang-undang (UU) yang mengaturnya.

"Pensiun dini kan belum ada undang-undang, tapi bagus saja. Kementerian Keuangan juga kan punya konsep," kata Menteri Pemberdayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PAN RB) saat ditemui di Kantor Kemenko Perekonomian, Jalan Lapangan Banteng, Jakarta, Jumat (16/3/2012).

Meskipun belum ada undang-undang tetapi ada beberapa daerah yang telah melaksanakan program tersebut.

"Sekarang sudah ada beberapa daerah yang menerapkan, tapi itu kan kita kasih sebagai ya contoh. Tidak melanggar undang-undang lah kalau sepakat tidak usah (ada undang-undang)," paparnya.

"Tapi kan mereka yang sudah 51 yang sudah masa kerja 20 tahun itu tidak melanggar UU. Ada yang mau sendiri ada yang oke kamu mundur, saya kasih uang sekian. Ini yang belum ada dasarnya, tapi tidak menyalahi," tambahnya.

Menurut Azwar, tidak ada masalah jika PNS yang sudah mendekati masa pensiun mendahulukan pensiunnya. Pasalnya, lanjut Azwar, diharapkan dengan keluarnya mereka dari instansi akan meningkatkan kapasitas diri PNS.

"Kita harus cari jalan supaya misalnya sudah tidak berprestasi atau sudah malas, ini harus dibaca sebagai memaksimalkan kemampuan orang. Misal ada orang umur 49 tahun, masa dia tidak boleh pensiun. Dia tidak dapat pensiun jangan dong kasihan," ujarnya.

Namun, Azwar menyatakan pemerintah perlu menyiapkan PNS baru sebelum melakukan pensiun dini. "Intinya memudahkan, kan ini banyak sekali. Kita juga harus berpikir bagaimana yang dipensiunkan ini, disiapkan menghadapi kehidupan di luar," jelasnya.

Ia menambahkan akan ada aturan terkait hal tersebut, baik berupa undang-undang, maupun Peraturan Presiden (Perpres).

"Mungkin ada pasal yang membolehkan orang pensiun walaupun belum 20 tahun masa kerja atau belum 50 tahun umurnya. Nanti kita akan coba buat begitu, ini lagi dibahas. Tapi aturan lebih lanjutnya akan dibuat PP atau Perpres. Bahan itu sudah kita bicarakan," tandasnya.
Baca Selengkapnya -

Tahun Ini Dibuka 125.000 Lowongan PNS Baru

Walaupun ada program moratorium atau penghentian sementara penerimaan PNS hingga 31 Desember 2012, namun akan dibuka 125.000 lowongan PNS baru. Kementerian Pemberdayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PAN RB) beralasan rekrutmen ini untuk menggantikan PNS yang pensiun di 2012.

"Moratorium tetap sampai 2012, jadi yang kita terima ini yang khusus, ada jatah yang pensiun thn ini 125.000, lebih kurang ya, nanti kita juga akan terima 125.000," ujar Menteri PAN RB Azwar Abubakar saat ditemui di Kantor Kemenko Perekonomian, Jalan Lapangan Banteng, Jakarta, Jumat (16/3/2012).

Menurut Azwar, setengah dari kebutuhan PNS tersebut akan diambil dari pegawai honorer K1 dan K2 yang berhasil lulus test baik administratif maupun tertulis. Sementara selebihnya merupakan calon dari masyarakat umum.

"Jadi kita juga akan terima sekitar segitu, setengahnya saja antara 60-70 ribu itu dari K1. Honorer, K1. Setengahnya lagi baru kita terima yang khusus-khusus tadi," jelasnya.

Azwar menambahkan penerimaan dari pagawai honerer ini merupakan kesepakatan dengan DPR-RI. Asalkan si pegawai bisa memenuhi passing grade yang ditentukan pihak KemenPAN RB.

"Yang K2 itu yang di bawah 2005, itu yang bekerja di bawah instansi pemerintah tapi dibayar tidak melalui APBD ataupun APBN. Kita sudah sepakat dengan DPR itu kita tampung. Tapi dengan syarat itu ada seleksi, harus ada passing grade. Seleksi Kompetensi dasar maupun kompetensi bidang," ujarnya.

Azwar menyatakan, pemerintah daerah juga harus berpartisipasi guna mendata semua pegawai honorer yang dimiliki setiap kementerian/lembaga sehingga dapat menghindari pegawai yang menggunakan ijazah palsu.

"Nah sekarang yang terjadi apa, cuma jumlah saja ratusan ribu, nggak ada nama, nggak ada tempat. Saya sudah tanda tangan surat, supaya bupati, kepala daerah mendata kembali siapa yang sudah diusulkan. Kerjanya sejak kapan, dimana dia kerja apakah di rumah sakit, di sekolah, atau di kantor, kemudian sebagai apa profesinya. Siapa yang angkat dia, dengan dana darimana dia, itu yang saya minta. Nah data ini yang kita minta dimasukkan dalam waktu 2 bulan inilah. Data ini menjadi syarat untuk supaya mereka bisa ikut testing, bukan langsung masuk," paparnya.

Azwar menyatakan pengalokasian PNS ini akan merata tetapi diutamakan bagi pos kementerian/lembaga yang benar-benar mengalami kekurangan pegawai.

"Rata-rata, jadi pusat dapat, daerah juga dapat. Itu memang betul berdasarkan peta jabatan dan kebutuhan, itu di tempat yang kosong. Jangan di tempat-tempat yang penuh, jangan numpuk disitu," pungkasnya.
Baca Selengkapnya -

Jumat, 02 Maret 2012

Pejabat Negara Tak Dilarang Rangkap Jabatan di BUMN

Keberadaan sejumlah pegawai Kementerian Keuangan (Kemenkeu) dalam posisi komisaris di beberapa Badan Usaha Milik Negara (BUMN) merupakan bentuk dari pengawasan pemerintah pada perusahaan-perusahaan tersebut.

Sekretaris Jenderal Kemenkeu Kiagus Ahmad Badaruddin menyatakan dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara pasal 6 disebutkan Presiden selaku Kepala Pemerintahan memegang kekuasaan pengelolaan keuangan negara sebagai bagian dari kekuasaan pemerintahan.

Kekuasaan yang dimaksud dikuasakan kepada Menteri Keuangan selaku pengelola fiskal dan Wakil Pemerintah dalam kepemilikan kekayaan negara yang dipisahkan.

"Kekuasaan dikuasakan kepada Menkeu selaku pengelola fiskal dan wakil pemerintah dalam mengelola kekayaan negara yang dipisahkan," ujarnya kepada detikFinance, Jumat (2/3/2012).

Untuk itu, Badaruddin menyatakan Menteri Keuangan mengutus orang-orang dari Kemenkeu selaku komisaris guna menjalankan tugas pengawasan tersebut.

"Artinya dia itu tidak mungkin Menkeu sendiri dalam melakukan pengawasan. Untuk itu dengan penempatan komisaris dan itu bisa sembarangan (tidak diketahui penempatannya)," ujarnya.

Penempatan komisaris itupun tidak dilakukan pada semua BUMN. Badaruddin menyebutkan ada beberapa BUMN yang memerlukan komisaris dari Kemenkeu.

"Kita akan lihat BUMN yang strategis, menguasai hajat hidup orang banyak, melakukan PSO, mendapatkan subsidi dari pemerintah, Penyertaan Modal Negara (PMN) yang signifikan, dan yang membutuhkan orang-orang ahli dalam ekonomi, kan Kemenkeu punya banyak orang ahli seperti itu," paparnya.

Badaruddin menyatakan orang Kemenkeu yang dipilih menjadi komisaris tersebut pastilah dari eselon I, tetapi karena keterbatasan orang, ada beberapa dari eselon II Kemenkeu.

"Diutamakan eselon I, tapi kan hanya 12 orang, kekurangannya diambil eselon II yang terpilih, yang memiliki pengetahuan yang cukup, untuk membantu meningkatkan kinerja perusahaan itu," terangnya.

Ke depannya, Badaruddin menyatakan Menkeu berencana untuk melakukan penertiban-penertiban terhadap pegawai Kemenkeu yang menjabat juga selaku komisaris BUMN.

"Nanti ada penertiban-peneriban terhadap orang-orangnya di BUMN, nanti mungkin akan menjadi 1 orang di 1 BUMN," pungkasnya.
Baca Selengkapnya -