Kamis, 01 Maret 2012

Kembali ke Zaman Soeharto, Bisnis PNS Harus Dibatasi

Pemerintah diminta mengubah aturan disiplin Pegawai Negeri Sipil (PNS) kembali ke zaman Presiden Soeharto. Presiden Soeharto secara tegas mengatakan PNS dilarang berbisnis.

"Sebaiknya ada pembatasan PNS yang berbisnis karena potensi menimbulkan benturan kepentingan," ungkap Mantan Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) Yunus Husein kepada detikFinance di Jakarta, Kamis (1/3/2012).

Menurut Yunus, PNS yang berbisnis nantinya akan menimbulkan benturan kepentingan alias conflict of interest dan yang lebih berbahaya adalah penyalahgunaan jabatan. "Hal ini harus dicegah untuk mencegah kerugian pada publik atau negara," tutur Yunus.

Sebelumnya, Wakil Kepala PPATK Agus Santoso mengatakan PPATK menemukan modus PNS dalam hal pencucian uang hasil korupsi.

"Cara-cara pencucian uang hasil korupsi antara lain dilakukan dengan memasukkan uang tersebut ke usaha bisnis dan investasi untuk dicuci dan hasilnya seolah-olah uang yang diperoleh secara legal," ungkap Agus.

Dalam PP Nomor 6 Tahun 1974 sebagaimana diperbarui melalui PP Nomor 30 tahun 1980 yang dikeluarkan Presiden Soeharto memang disebutkan PNS dilarang memiliki seluruh atau sebagian perusahaan swasta, memimpin duduk sebagai anggota pengurus atau pengawas suatu perusahaan swasta dan melakukan kegiatan usaha dagang, baik secara resmi maupun sambilan. Namun memang sanksi yang tertuang dalam PP tersebut sama sekali tidak bersifat tegas.

Meskipun begitu, ada sebuah larangan bagi PNS yang setidaknya bisa dijadikan pedoman. Namun, tidak untuk saat ini karena Presiden SBY mengubahnya.

PP Nomor 30 tahun 1980 oleh SBY diganti menjadi PP nomor 53 tahun 2010 yang dikeluarkan SBY, ternyata pasal-pasal larangan berbisnis dihapuskan. Dalam aturan tersebut, terdapat 15 poin dalam pasal 4 yang berisi larangan-larangan bagi PNS. Antara lain, PNS dilarang bekerja pada perusahaan asing, konsultan asing, atau lembaga swadaya masyarakat asing.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar